Rabu, 22 Desember 2010

MENGETAHUI POTENSI vs MEMANFAATKAN POTENSI





oleh Toge Aprilianto pada 05 Desember 2010 jam 16:15

Bila kita bicara tentang tumbuh-kembang anak, berkait dengan masalah pendidikan ataupun aktivitas bersekolah, maka kecerdasan menjadi hal utama yang banyak dibicarakan. Kita hampir selalu berpikir bahwa kecerdasan adalah hal yang paling penting diupayakan untuk tumbuh dan berkembang hingga titik optimal. Kecerdasan adalah faktor penentu keberhasilan hidup seorang anak, kelak kemudian hari. Jadi, kecerdasan wajib menjadi pusat perhatian dalam pembahasan tentang proses tumbuh-kembang anak, apalagi dalam pembahasan tentang pendidikan dan aktivitas bersekolah.

Untuk itu, sebelum kita bicara terlalu jauh tentang kecerdasan dan apa yang penting diperhatikan untuk mendukung proses tumbuh-kembang seorang anak, maka marilah kita renungkan sejenak: Sebetulnya, untuk kepentingan siapa kita bicara tentang hal itu. Untuk kepentingan anak atau untuk kepentingan orangtua? Bila anda menyimpulkan bahwa pembicaraan tentang hal itu adalah untuk kepentingan anda selaku orangtua, maka sebaiknya anda berhenti di sini dan abaikan naskah yang sedang anda baca ini. Bila anda menyimpulkan bahwa pembicaraan tentang hal itu adalah untuk kepentingan anak anda, ayo kita lanjutkan pembahasan tentang itu.

Bila kita setuju bahwa anaklah yang menjadi pusat perhatian, maka seluruh pemikiran kita tentang hal itu perlu diarahkan berdasarkan kepentingan anak. Berkait dengan isu tentang kecerdasan, maka yang perlu dipahami adalah bahwa fokus perhatian kita selalu pada MAKNA kecerdasan, bukan SKOR atau nilai angka yang mewakili/ menunjukkan posisi si anak dibanding anak lain di kelompok usianya. Jadi, pola berpikir kita perlu diarahkan untuk memahami bagaimana tingkat kemampuan si anak mengolah dan memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki untuk hidup lebih baik. Bukannya sekedar menjadi tahu apakah si anak dinilai lebih baik atau kurang baik, dibanding anak lain yang seusia.

Hal ini penting diperhatikan, karena kecerdasan pada prinsipnya akan berkait erat dengan kemampuan belajar. Semakin tinggi tingkat kecerdasan seorang anak, semakin tinggi juga kemampuan belajar yang dimiliki. Dengan demikian, wajar kalau anak yang kurang cerdas menjadi nampak kurang punya minat belajar. Masalahnya, kita tidak boleh membabi buta menyimpulkan bahwa anak yang kurang memiliki minat belajar adalah anak-anak yang kurang cerdas. Artinya, anak yang kurang cerdas memang akan cenderung kurang memiliki minat belajar; tapi mereka yang kurang punya minat belajar, tidak selalu berarti kurang cerdas. Ada banyak faktor lain yang membuat mereka tidak memiliki minat belajar, dan beberapa diantaranya sama sekali tidak berkaitan dengan kecerdasan.

Faktor paling rawan adalah kurangnya pemahaman orangtua dan/atau guru, tentang belajar. Seringkali, anak-anak menjadi enggan atau malas belajar, justru karena mereka disuruh belajar. Tidak ada satupun anak yang mau disuruh belajar. Justru, kalau ada anak yang bersedia disuruh belajar, berarti ia ada di luar kategori normal. Hal ini juga penting diperhatikan karena berkaitan dengan proses perkembangan kecerdasan. Kalau kita mau anak-anak belajar, maka yang kita perlu lakukan adalah menyuruh mereka bermain. Makin banyak aktivitas bermain yang anak lakukan, makin banyak juga proses belajar akan terjadi, yang pada gilirannya berarti makin bagus juga perkembangan kecerdasannya.

Mengapa bermain? Ya, karena bermain akan mengakomodasi proses asimilasi (pertemuan informasi lama [di dalam ingatan] dan informasi baru) serta proses akomodasi (percampuran informasi lama dan informasi baru guna membentuk pemahaman dan pemaknaan baru). Hal ini yang akan membuat saraf-saraf otak dirangsang untuk saling terhubung dan berkaitan. Hal itu yang membuat potensi kecerdasan seseorang bertumbuh dan berkembang mencapai batas optimal sesuai kapasitas yang dimiliki. Kalau tidak terjadi proses itu, maka saraf-saraf di otak itu akan seperti jalanan di kompleks perumahan yang meski banyak, buntu semua karena diportal, sehingga tetap tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.

Selain asimilasi dan akomodasi, proses lain yang tidak kalah penting, bahkan juga menjadi faktor yang menentukan adanya perbedaan tingkat kecerdasan antar individu, adalah proses ekuilibrium. Ketika mendapat masukan informasi baru, maka sistem kecerdasan kita mengalami gangguan keseimbangan. Kalau proses ekuilibriumnya berjalan baik, maka proses asimilasi dan akomodasi akan berjalan baik. Kalau proses ekuilibrium tidak optimal, proses asimilasi dan akomodasi juga akan terganggu, sehingga proses belajar secara keseluruhan juga terganggu.

Kembali pada keterkaitan dengan upaya mendukung proses tumbuh-kembang anak, masih banyak juga orangtua yang merasa perlu melakukan tes-IQ guna mengetahui potensi kecerdasan anak. Mengenai hal ini, yang paling perlu diperhatikan oleh orangtua adalah untuk apa tes itu dilakukan. Artinya, kalau orangtua mengetahui angka nilai IQ yang dimiliki si anak, apa tindaklanjutnya kemudian? Perbedaan apa yang akan memberikan nilai tambah bagi anak, setelah angka nilai IQ diketahui. Bila memang tes itu dilakukan untuk kepentingan anak, maka orangtua punya tanggungjawab memastikan pengetahuan tentang angka nilai IQ itu akan membawa manfaat buat si anak. Bila anak tidak mendapatkan manfaat secara faktual, dari angka nilai IQ yang diketahui orangtua, maka sebaiknya tidak perlu apa upaya pemeriksaan kapasitas dan potensi kecerdasan karena hal itu merupakan sebuah pemborosan energi fisik, mental serta material-finansial. Selanjutnya, lebih baik energi itu digunakan untuk seluas-luasnya menyediakan kesempatan mencoba, menelusuri, meng-utak-atik, bertanya dan mencari jawaban, agar anak memiliki kesempatan belajar untuk mengembangkan potensi kecerdasannya secara maksimal.

Sampai di sini, mungkin anda lalu bertanya-tanya: kalau pemeriksaan kapasitas dan potensi kecerdasan tidak WAJIB dilakukan, karena akan bergantung pada kebutuhan dan manfaat bagi anak, lalu apa yang perlu dilakukan orangtua untuk membantu proses tumbuh-kembang anak-anak hingga ke titik optimal? Jawaban dari pertanyaan itu ada pada pemahaman tentang “KETERAMPILAN HIDUP”. Agar potensi yang dimiliki anak dapat berkembang optimal, maka orangtua perlu menjamin bahwa anak-anak anda memiliki keterampilan hidup yang memadai. Alasannya, kita memerlukan seluruh potensi kecerdasan yang kita miliki untuk dapat menjalani kehidupan dengan nyaman. Makanya, kita perlu memastikan bahwa potensi yang kita miliki siap dimanfaatkan untuk menghadapi setiap peristiwa hidup.

soal keterampilan hidup, ada di buku "saatnya melatih anakku berpikir".
salam,
ge


Note : Harga buku Rp. 45.000 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar