Rabu, 29 Desember 2010

menjelang 2011

ya ya 2 hari lagi menjelang tahun 2011.

tidak punya resolusi tertulis untuk tahun ini
hanya ingin membulatkan tekad untuk " Fokus " pada setiap yang akan aku lakukan di tahun 2011 apapun itu bentuknya.

so.....
let's enjoy our life
with more happiness and love

~shin~




Senin, 27 Desember 2010

Warga Ciledug DSK Kopdar yuuk

di Puri Beta, Ciledug lagi ada festival lumba-lumba
HTM rata-rata Rp, 25.000,-
sampai dengan 20 Januari 2011 ( kalo gak salah inget  )

belum sempet cek jam mainnya sih
tapi jadi kepikiran buat kopdar sama temen-temen di ciledug dsk nih...

yang mo ikutan kabarin yaa



Rabu, 22 Desember 2010

{Sakit} - Sariawan

Bukan baru sekali ini saja dika kena sariawan, tapi yang sekarang lumayan berat buat dika.

kalo sebelumnya dika masih bisa makan + minum enak, yang sekarang lebih parah, karena dika jadi susah banget makan +  minum, bahkan untuk makanan kesukaannya,  dika pilih pegang n diliatin aza tanpa ada keberanian untuk memakannya.

gak mau ngomong, gak mau main, dan cengeng banget. sedih liatnya.

Tapi mami yakin dika bisa melewati ini semua....
yang sabar ya le.... 1-2 hari lagi insya allah sariawannya layu...
dika pasti bisa makan + minum enak lagi.

*cayooo dika*


cowo ngambek





oleh Toge Aprilianto pada 05 Desember 2010 jam 16:47
berikut adalah kutipan tanya jawab berkait keluhan istri tentang sikap suami yang sulit dipahami, sementara si suami menuntut istrinya memahami

1. Kenapa sih cowo bisa jadi sensitif gitu? Aku kebayangnya sih mungkin karena perbedaan nilai hidup atau cara dia dibesarkan atau emang udah dari sononya? Ada sebab lain?

Dalam konteks sosial, budaya juga berpengaruh melalui penanaman kesadaran kolektif bahwa perempuan itu warga kelas dua. Bahkan, surga juga selalu digambarkan dipenuhi malaikat dan bidadari yang notabene mewakili sosok perempuan. Artinya, surga itu digambarkan sebagai tempat yang nyaman buat lelaki, tanpa kejelasan apakah perempuan menikmati surga yang seperti itu. :) Jadi, perilaku ngambek para lelaki itu bisa dilatarbelakangi juga oleh kesadaran kolektif bahwa lelaki itu berhak menguasai perempuan; sehingga ketika si perempuan tidak menampilkan perilaku yang menggambarkan sikap tunduk pada lelakinya, si lelaki menjadi tersinggung dan berupaya untuk mendapatkan kembali kendalinya atas si perempuan, dengan cara ngambek.
Dalam konteks keluarga, pola asuh punya pengaruh yang meyakinkan dalam hal pembentukan karakter anak yang tumbuh di dalam keluarga itu. Jadi, perilaku ngambek para lelaki itu bisa dilatarbelakangi oleh kebiasaan dilayani atau dibanjiri perhatian yang tidak sehat karena cenderung memanjakan. Apalagi, dalam keluarga tertentu, anak perempuan biasanya dibiasakan untuk membantu ibu mengurus rumah dan melayani kebutuhan seluruh anggota keluarga. Jadi, kalo perempuan ngurus dirinya sendiri, kalo lelaki diurus oleh perempuan dan mereka boleh bermain tanpa tanggungjawab ikut terlibat dalam urusan rumah.

Dalam konteks personal, komposisi hormonal dalam tubuh akan membentuk sebuah pola temperamen tertentu. Jadi, perilaku ngambek para lelaki itu bisa juga dilatarbelakangi oleh pola temperamen yang dimiliki. Biasanya, pribadi yang berpotensi menampilkan perilaku ngambek adalah mereka yang memiliki pola temperamen melankolis yang berkombinasi dengan pola plegmatis atau sanguinis sehingga pola agresinya jadi cenderung bersifat pasif. Ngambek, adalah salah satu tampilan agresi yang bersifat pasif.
Dengan demikian, secara umum dapat disimpulkan bahwa perilaku ngambek para lelaki itu dilatarbelakangi oleh kebutuhan berkuasa, sebagai implementasi dari kesadaran kolektif sebagai lelaki; yang ditampilkan dalam bentuk agresi pasif (=upaya menguasai dengan cara memanipulasi atau memanfaatkan kebutuhan merawat, dalam diri perempuan), sebagai hasil dari proses pembiasaan yang notabene merupakan bagian dari dinamika peran gender di dalam keluarga.

Repotnya, akibat latar belakang itu, kebanyakan perempuan memiliki kebutuhan merawat yang cukup besar, sehingga akhirnya para lelaki berhasil menguasai perempuan untuk melayani dirinya tanpa si perempuan jadi merasa dirugikan. Bahkan sebaliknya, si perempuan merasa dirinya punya peran yang penting dan dibutuhkan sehingga rela menjadi pelayan si lelaki. :)
---
2. Salah ga sih jadi sensitif seperti contoh di atas?
Karena kepribadian adalah buah dari proses yang terjadi antara karakter (pola asuh; nurture factor) dan temperamen (komposisi hormon; nature factor), maka tidak ada satupun pola kepribadian yang bisa disebut salah. itu sebabnya manusia memiliki hakikat yang disebut UNIK. Jadi, kalo mau dipermasalahkan, bukan soal pola kepribadian yang membuat si manusia jadi unik, yang perlu dipermasalahkan, tetapi, bagaimana implementasi pola kepribadian yang dimilikinya itu, di dalam hidup kesehariannya, termasuk di dalamnya adalah bagaimana ia berinteraksi dengan manusia lain yang memiliki keunikan masing-masing.

Dalam kehidupan pernikahan, kecenderungan menjadi sensitif juga bukan suatu hal yang bisa disebut salah, apalagi masalah. Dengan demikian, supaya sikap sensitif yang dimiliki suami tidak mengganggu kenikmatan pernikahan, istri perlu memahami apa yang melatarbelakangi sikap sensitif suami itu; karena hanya dengan memahami hal itu, istri bisa membangun alternatif perilaku guna menghadapi sensitivitas suami yang kadang dirasakan berlebihan.
---
3. mau donk dikasih beberapa tips (plus penjelasannya) cara menghadapi cowo sensitif kayak gitu.
karena yang kita bicarakan adalah sikap yang notabene adalah kecenderungan berperilaku, maka yang perlu dipelajari adalah keterampilan memeriksa apa kebutuhan yang melatarbelakangi sikap dan/atau perilaku tersebut.

Ada 4 kombinasi kebutuhan yang melatarbelakangi sikap dan/atau perilaku:
a. kebutuhan untuk mendapatkan sesuatu.
Contoh: suami ngambek karena ia cari perhatian; berarti ia butuh perhatian.
b. kebutuhan untuk menghindari sesuatu.
Contoh: suami ngambek karena ia menyembunyikan sesuatu; berarti ia ngambek supaya istri ga tanya macem-macem. :)
c. kebutuhan untuk mendapatkan sesuatu demi menghindari sesuatu.
Contoh: suami ngambek karena ia cari perhatian dalam rangka mengalihkan perhatian istri supaya si istri ga tanya kenapa ia pulang pagi tanpa ada kejelasan kemana n ngapain n sama siapa.
d. kebutuhan untuk menghindari sesuatu demi mendapatkan sesuatu.

Contoh: suami ngambek karena ia ga mo nganter istri ke rumah orangtuanya, supaya ia bisa nonton siaran langsung sepakbola di rumah.

Ngambek adalah perilaku yang tidak rasional. Sementara, pernikahan adalah dunia orang dewasa sehingga orang-orang yang memutuskan masuk ke dalamnya dituntut berperilaku sebagai orang dewasa (secara psikologis, bukan sekedar secara kronologis/ usia). Artinya, ia memiliki kesanggupan (mau dan mampu) menghadapi segala situasi dengan keseimbangan rasional dan emosional yang baik sehingga tanggapannya bisa bersifat konstruktif.

Dengan demikian, karena suami punya tuntutan berperilaku sebagai orang yang dewasa, maka perilaku ngambeknya suami tidak perlu selalu ditanggapi dengan mengikuti keinginannya. Nah, melakukan pemeriksaan terhadap kebutuhan yang melatarbelakangi ngambeknya suami, akan membantu para istri untuk memetakan alternatif sikap dan/atau perilaku apa yang akan ia tampilkan dalam rangka menghadapi ngambeknya si suami itu.

catatan:
cerita komplitnya ttg hal-hal berkait kebutuhan itu, ada di buku "kurangkul diriku demi merangkul bahagiaku".

salam,
ge

MENGETAHUI POTENSI vs MEMANFAATKAN POTENSI





oleh Toge Aprilianto pada 05 Desember 2010 jam 16:15

Bila kita bicara tentang tumbuh-kembang anak, berkait dengan masalah pendidikan ataupun aktivitas bersekolah, maka kecerdasan menjadi hal utama yang banyak dibicarakan. Kita hampir selalu berpikir bahwa kecerdasan adalah hal yang paling penting diupayakan untuk tumbuh dan berkembang hingga titik optimal. Kecerdasan adalah faktor penentu keberhasilan hidup seorang anak, kelak kemudian hari. Jadi, kecerdasan wajib menjadi pusat perhatian dalam pembahasan tentang proses tumbuh-kembang anak, apalagi dalam pembahasan tentang pendidikan dan aktivitas bersekolah.

Untuk itu, sebelum kita bicara terlalu jauh tentang kecerdasan dan apa yang penting diperhatikan untuk mendukung proses tumbuh-kembang seorang anak, maka marilah kita renungkan sejenak: Sebetulnya, untuk kepentingan siapa kita bicara tentang hal itu. Untuk kepentingan anak atau untuk kepentingan orangtua? Bila anda menyimpulkan bahwa pembicaraan tentang hal itu adalah untuk kepentingan anda selaku orangtua, maka sebaiknya anda berhenti di sini dan abaikan naskah yang sedang anda baca ini. Bila anda menyimpulkan bahwa pembicaraan tentang hal itu adalah untuk kepentingan anak anda, ayo kita lanjutkan pembahasan tentang itu.

Bila kita setuju bahwa anaklah yang menjadi pusat perhatian, maka seluruh pemikiran kita tentang hal itu perlu diarahkan berdasarkan kepentingan anak. Berkait dengan isu tentang kecerdasan, maka yang perlu dipahami adalah bahwa fokus perhatian kita selalu pada MAKNA kecerdasan, bukan SKOR atau nilai angka yang mewakili/ menunjukkan posisi si anak dibanding anak lain di kelompok usianya. Jadi, pola berpikir kita perlu diarahkan untuk memahami bagaimana tingkat kemampuan si anak mengolah dan memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki untuk hidup lebih baik. Bukannya sekedar menjadi tahu apakah si anak dinilai lebih baik atau kurang baik, dibanding anak lain yang seusia.

Hal ini penting diperhatikan, karena kecerdasan pada prinsipnya akan berkait erat dengan kemampuan belajar. Semakin tinggi tingkat kecerdasan seorang anak, semakin tinggi juga kemampuan belajar yang dimiliki. Dengan demikian, wajar kalau anak yang kurang cerdas menjadi nampak kurang punya minat belajar. Masalahnya, kita tidak boleh membabi buta menyimpulkan bahwa anak yang kurang memiliki minat belajar adalah anak-anak yang kurang cerdas. Artinya, anak yang kurang cerdas memang akan cenderung kurang memiliki minat belajar; tapi mereka yang kurang punya minat belajar, tidak selalu berarti kurang cerdas. Ada banyak faktor lain yang membuat mereka tidak memiliki minat belajar, dan beberapa diantaranya sama sekali tidak berkaitan dengan kecerdasan.

Faktor paling rawan adalah kurangnya pemahaman orangtua dan/atau guru, tentang belajar. Seringkali, anak-anak menjadi enggan atau malas belajar, justru karena mereka disuruh belajar. Tidak ada satupun anak yang mau disuruh belajar. Justru, kalau ada anak yang bersedia disuruh belajar, berarti ia ada di luar kategori normal. Hal ini juga penting diperhatikan karena berkaitan dengan proses perkembangan kecerdasan. Kalau kita mau anak-anak belajar, maka yang kita perlu lakukan adalah menyuruh mereka bermain. Makin banyak aktivitas bermain yang anak lakukan, makin banyak juga proses belajar akan terjadi, yang pada gilirannya berarti makin bagus juga perkembangan kecerdasannya.

Mengapa bermain? Ya, karena bermain akan mengakomodasi proses asimilasi (pertemuan informasi lama [di dalam ingatan] dan informasi baru) serta proses akomodasi (percampuran informasi lama dan informasi baru guna membentuk pemahaman dan pemaknaan baru). Hal ini yang akan membuat saraf-saraf otak dirangsang untuk saling terhubung dan berkaitan. Hal itu yang membuat potensi kecerdasan seseorang bertumbuh dan berkembang mencapai batas optimal sesuai kapasitas yang dimiliki. Kalau tidak terjadi proses itu, maka saraf-saraf di otak itu akan seperti jalanan di kompleks perumahan yang meski banyak, buntu semua karena diportal, sehingga tetap tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.

Selain asimilasi dan akomodasi, proses lain yang tidak kalah penting, bahkan juga menjadi faktor yang menentukan adanya perbedaan tingkat kecerdasan antar individu, adalah proses ekuilibrium. Ketika mendapat masukan informasi baru, maka sistem kecerdasan kita mengalami gangguan keseimbangan. Kalau proses ekuilibriumnya berjalan baik, maka proses asimilasi dan akomodasi akan berjalan baik. Kalau proses ekuilibrium tidak optimal, proses asimilasi dan akomodasi juga akan terganggu, sehingga proses belajar secara keseluruhan juga terganggu.

Kembali pada keterkaitan dengan upaya mendukung proses tumbuh-kembang anak, masih banyak juga orangtua yang merasa perlu melakukan tes-IQ guna mengetahui potensi kecerdasan anak. Mengenai hal ini, yang paling perlu diperhatikan oleh orangtua adalah untuk apa tes itu dilakukan. Artinya, kalau orangtua mengetahui angka nilai IQ yang dimiliki si anak, apa tindaklanjutnya kemudian? Perbedaan apa yang akan memberikan nilai tambah bagi anak, setelah angka nilai IQ diketahui. Bila memang tes itu dilakukan untuk kepentingan anak, maka orangtua punya tanggungjawab memastikan pengetahuan tentang angka nilai IQ itu akan membawa manfaat buat si anak. Bila anak tidak mendapatkan manfaat secara faktual, dari angka nilai IQ yang diketahui orangtua, maka sebaiknya tidak perlu apa upaya pemeriksaan kapasitas dan potensi kecerdasan karena hal itu merupakan sebuah pemborosan energi fisik, mental serta material-finansial. Selanjutnya, lebih baik energi itu digunakan untuk seluas-luasnya menyediakan kesempatan mencoba, menelusuri, meng-utak-atik, bertanya dan mencari jawaban, agar anak memiliki kesempatan belajar untuk mengembangkan potensi kecerdasannya secara maksimal.

Sampai di sini, mungkin anda lalu bertanya-tanya: kalau pemeriksaan kapasitas dan potensi kecerdasan tidak WAJIB dilakukan, karena akan bergantung pada kebutuhan dan manfaat bagi anak, lalu apa yang perlu dilakukan orangtua untuk membantu proses tumbuh-kembang anak-anak hingga ke titik optimal? Jawaban dari pertanyaan itu ada pada pemahaman tentang “KETERAMPILAN HIDUP”. Agar potensi yang dimiliki anak dapat berkembang optimal, maka orangtua perlu menjamin bahwa anak-anak anda memiliki keterampilan hidup yang memadai. Alasannya, kita memerlukan seluruh potensi kecerdasan yang kita miliki untuk dapat menjalani kehidupan dengan nyaman. Makanya, kita perlu memastikan bahwa potensi yang kita miliki siap dimanfaatkan untuk menghadapi setiap peristiwa hidup.

soal keterampilan hidup, ada di buku "saatnya melatih anakku berpikir".
salam,
ge


Note : Harga buku Rp. 45.000 

Relasi = Rejeki

by : Toge Aprilianto


Senyampang kita masih berstatus manusia, maka relasi menjadi sesuatu yang niscaya kita alami. Lebih dari itu, relasi merupakan salah satu penyokong hidup yang penting kita rawat, karena kita akan menghadapi kesulitan tak terkira bila gagal memiliki relasi yang optimal. Sampai di sini, saya percaya bahwa Anda akan setuju. Sekarang, apakah Anda masih akan setuju, bila saya menyatakan bahwa relasi sesungguhnya selalu hanya bersifat personal, bukan sosial? Mari kita renungkan..

Bila kita bicara relasi, maka kita perlu lebih dulu memahami makna sebuah perilaku. Relasi adalah situasi dimana perilaku antar orang yang terlibat akan saling berinteraksi. Itu sebabnya perlu bicara soal perilaku dulu, untuk dapat memahami apa makna yang terkandung di dalam relasi. Apalagi bila saya sebut relasi selalu bersifat personal dan bukan sosial, sementara selama ini kita sering berkata atau menggunakan istilah “relasi sosial”.

Secara ringkas, perilaku dapat dipahami sebagai upaya untuk mendapat kenyamanan. Jadi, tiap kita hanya akan berperilaku ketika kita merasa tidak nyaman sehingga ingin mendapat kenyamanan atau saat kita merasa ada hal-hal yang mengancam keyamanan yang kita miliki saat itu. Hal pokok yang kedua, dalam konsep perilaku, adalah bahwa perilaku merupakan hasil integrasi antar komponen pembentuk yang saling berusaha mengendalikan apa yang kita tampilkan dalam aktivitas yang kasat mata. Tanpa integrasi, maka perilaku tidak akan dapat berlangsung secara optimal sehingga tujuan mendapat kenyamanan juga pasti gagal. Contoh: bila kita berjalan, maka aktivitas berjalan itu baru dapat disebut perilaku yang optimal bila aktivitas berjalan itu betul-betul kita sadari, kita nikmati, dilakukan dengan maksud yang jelas dan sungguh mendapat dukungan penuh dari kondisi fisik kita saat itu. Bila misalnya kondisi fisik tidak mendukung, maka aktivitas berjalan pun bisa jadi tidak optimal. Pincang, misalnya. Bila kita tidak menyadarinya, bisa jadi masalah karena berarti kita berjalan sambil melamun. Bila kita tidak dapat menikmati aktivitas berjalan itu, maka kita akan merasa tidak nyaman selama aktivitas itu terjadi.
Dengan demikian, bila kita menjalin relasi dengan orang lain, itupun pasti hanya akan optimal bila kita melakukannya dengan perilaku yang optimal juga. Secara awam, kondisi inilah yang kita sebut “segenap jiwa-raga”. Bila relasi dibangun tanpa dukungan perilaku yang optimal, maka relasi yang mungkin terjadi juga akan sulit memberikan manfaat buat pihak-pihak yang terlibat. Hal ini sangat lekat kaitannya dengan kenyamanan, karena relasi selalu hanya akan dilakukan selama ada manfaat yang bisa kita peroleh darinya. 

Jadi, relasi sehat sebetulnya hanya tentang perilaku nyaman. Selama ada pihak yang merasa tidak nyaman, sehingga tampilan perilakunya menjadi tidak optimal, entah ragu-ragu atau merasa terpaksa, maka sadar atau tidak ia akan membuat pihak lain dalam relasi itu juga menjadi tidak nyaman. Kalau sudah begitu, cepat atau lambat relasi tersebut akan rusak karena tidak lagi dirasakan bermanfaat oleh pihak-pihak yang terlibat.

Dari sini kita bisa mencermati bahwa relasi itu sesungguhnya hanyalah alat untuk mendapatkan rasa nyaman yang kita perlukan. Jadi, bila kita melakukan aktivitas yang melibatkan orang lain, maka hal itu sebetulnya juga hanya dimaksudkan untuk mengambil manfaat dari orang-orang yang ketika itu kita libatkan. Walau aktivitasnya nampak dilakukan bersama-sama, tapi yang terjadi sebetulnya hanyalah proses internal dalam diri tiap-tiap orang yang terlibat. Bahkan mereka yang perannya jadi pihak yang dilibatkan, sebetulnya juga hanya berusaha mendapatkan manfaat dari orang-orang yang mengajaknya terlibat. Coba direnungkan, apa yang membuat mereka memutuskan untuk mau diajak terlibat dalam relasi itu? Tentu, karena mereka menilai bahwa keterlibatan mereka akan membuat mereka mendapatkan manfaat bagi kepentingan pribadinya. Bila tidak terlihat akan ada manfaatnya, maka dapat dipastikan mereka akan menolak ajakan itu. Catatan: manfaat di sini tidak selalu berarti hal-hal yang sifatnya material-komersial. Sekadar perasaan nikmat karena suka melakukan hal itu, juga termasuk manfaat yang mungkin mendorongnya setuju untuk terlibat.

Sampai di sini, jelas bahwa relasi sesungguhnya selalu bersifat personal, bukan sosial. Ketika relasi terbangun, hal itu menunjukkan bahwa orang-orang yang terlibat di dalamnya menilai bahwa relasi itu akan membawa dampak menyenangkan bagi mereka masing-masing. Bukankah begitu adanya? Jadi, apa Anda dapat setuju dengan saya, bahwa relasi selalu bersifat personal?

Selanjutnya, karena sifatnya yang personal itu, maka kita juga perlu memahami bahwa relasi selalu memerlukan KESEPAKATAN. Tanpa kesepakatan, maka kita pasti kesulitan mendapatkan orang yang bersedia diajak terlibat dalam sebuah relasi yang kita harapkan dapat memberikan manfaat dan kenyamanan buat kita. Kesepakatanlah yang menentukan apakah sebuah relasi dapat dibangun dan berfungsi optimal demi mendukung upaya memperoleh manfaat dan kenyamanan buat semua pihak yang terlibat. Itu sebabnya kita sering mendengar istilah “win-win” kalau kita bicara tentang relasi. Memang, relasi yang optimal hanya akan terjadi saat atmosfer di dalamnya bersifat “win-win”. Bila tidak, pasti akan ada pihak yang merasa dirugikan sehingga ia juga merasa kehilangan kenyamanan. 

Dampaknya, ia akan berbuat sesuatu untuk mendapat kenyamanan, entah apa cara dan bentuknya, termasuk membuat orang lain menjadi tidak nyaman juga. Bila ini yang terjadi, maka relasi dapat diramalkan bubar dan tidak ada lagi yang bisa mendapatkan manfaat dari relasi tersebut.


catatan:
lebih komplit tentang relasi yang bersifat personal, ada di buku “Kurangkul Diriku Demi Merangkul Bahagiaku”.
salam,
ge

Note :
Harga Buku Rp. 40.000



Kembali lagi

setelah setahunan gak gitu aktif di mp
seneng rasanya bisa balik lagi disini...

rindu nulis
rindu cerita ke temen-temen
rindu curhat ke temen-temen
rindu baca sharing dan cerita temen-temen
rindu tips, rindu keponakan disini

akhirnya
aku putuskan kembali ke rumahku....

ahhh
emang lebih nyaman disini.... :)


Sabtu, 18 Desember 2010

Dika bukan Anak Biasa

Ya.. ya... dika memang bukan anak biasa.

Sejak kapan ya saya sadari ini..... hmmm sejak dika umur 2 tahun rasanya, ketika tetangga-tetangga saya berkata
"o, ternyata dika tidak bisu ya ",
"o, ternyata dika bisa ngomong",
"o, ternyata dika ngerti juga kalo diajak ngomong"
dan o, o, lainnya

Gak cuma dari tetangga, bahkan orang-orang terdekat kamipun sering mempertanyakan kenapa dika belum bisa A, belum bisa b, kenapa tidak seperti si a, seperti si b, deelel.

Sedih ? bangeet
Saya sempet mempertanyakan apa salah saya sama Allah, kenapa dika harus beda, mengapa tidak seperti anak-anak yang lain... tapi apakah dengan begitu masalahnya selesai ?
Tidak, meski saya bertanya terus, Allah tidak menjawabnya dengan membuat dika seketika sama seperti anak-anak lain.

Ada beberapa proses yang saya lalui,
blogging ataupun akhirnya melihat langsung, saya menemukan bahwa banyak anak-anak yang tidak diberikan keberuntungan seperti dika.

akhirnya menyadarkan saya ....
shinta, lihatlah..... dika memiliki tangan, jari, kaki, badan, wajah yang utuh serta senyum yang manis dan dan keluarga yang lengkap yang mungkin tidak dimiliki anak-anak lain.
berjuanglah demi anak ini.... anak yang telah kau tunggu sekian lama
Ayo bulatkan tekadmu, tambahkan kesabaranmu dan semangatmu untuk anak ini.

Jatuh bangun saya mengendalikan semangat saya, maju-mundur waktu diawal,
lelah, tentu saja..... tapi ini tidak boleh berakhir.

Akhirnya suatu waktu, saya bertemu dengan teman-teman hebat yang juga memiliki anak-anak luarbiasa, dan saya bener-bener kagum atas apa yang telah mereka lakukan untuk anak-anak ini, dan hal ini bener-bener memompa semangat saya, bahwa apa yang saya lakukan belum maksimal, masih banyak tahap, masih butuh kesabaran yang luar biasa dalam mendampingi dika.

bermainlah dika..... berlarilah dika .....tersenyumlah dika seperti apa adanya....

mami disampingmu,membimbingmu, menjagamu.... dan berjuang untukmu.
mari kita taklukan dunia bersama..... :D

lihatlah.... mami tidak lagi menangis karena perbedaan ini
mami tidak lagi peduli akan kerutan kening orang yg melihatmu

Karena DIKA bukan anak biasa dan mami akan jadi Ibu yang luar biasa untukmu.....
dan mami sungguh bersyukur karena memilikimu....

*terinsiprasi dari pesan te-lena diinbox-ku.... terima kasih te.

~181210~

Jumat, 17 Desember 2010

Nanya donk

Udah lama banget gak ngempi kerena pusing baca inbox yang segunung dan isinya cuma jualan aza.... yang anehnya dia bukan contact gw. Udin lama gak ngempi di Kompie jadi bener-2 gaptek sama isinya mp

Kangeen banget bisa baca jurnalnya temen-2 gw dan nulis lagi. Tapi keburu empet sama inboxnya....

Jadi pengeen milter inbox, biar bisa ngikutin terus cerita temen-temen tapi gimana caranya.
Gw dah ke my account, custom filter, isi nama filtre, centang hanya me, dan isi nama diu kolom

Also show posts from these people:

tapi kenapa gak berfungsi ya ? pas tulis nama itu kita isi nama apanya ya ....

atau memang caranya yang salah... bantuin ya

kalo di bb bisa disetting gak sih, cuma mp temen-2 yg kita mauin aza yg muncul diinbox ?

thank youu ya... muach, muaaach