Jumat, 21 Januari 2011
Jumat, 14 Januari 2011
Senin, 10 Januari 2011
(Dika) - Belajar Rasa (sifat)
Bulan November lalu, dika belajar tentang 'rasa' di terapi-nya.
Rasa yang dimaksud adalah rasa sakit-menangis, rasa senang-tertawa, rasa gemas, rasa kehilangan-sedih, rasa penasaran, dll.
Sebelumnya bu dini, terapis dika informasikan dalam tahap ini dika akan cengeng, tertawa terus atau melow atau penasaran.
minggu pertama, dika melow banget, dia gak mau ke kelas kalo gak diantar, gak mau ditinggal, apaan aja bisa bikin dika sedih >>> dika belajar "rasa kehilangan"
minggu kedua, dia jadi sering tertawa terbahak-bahak, kadang-kadang lebay, liat yang biasa aja, menurut dia lucu sekali >>> dika belajar rasa senang, bener-2 senang
minggu ketiga, dia sering bilang sakit, colek sedikit katanya sakit, cium dikit sakit, kepalanya sakit, deelel >>> dika belajar rasa sakit
minggu keempat, remidi untuk semuanya.
Minggu, 09 Januari 2011
memilih
Jika persabahatan dengan percintaan hanya boleh memilih salah satu ?
Maka saya memutuskan untuk tidak memilih melepaskan keduanya.
Maka saya memutuskan untuk tidak memilih melepaskan keduanya.
Sabtu, 08 Januari 2011
(share) - My Special Son
alam ini ketika saya menemani papi bekerja didepan kompi, saya tertarik membaca salah satui trit email di milis sehat.
Betapa tulisan ini sangat berarti buat saya, membuat emosi saya teraduk-aduk, membuat saya menangis lirih.
Ya Allah, terima kasih kau anugerahi dika kepada kami, kami akan sekuat tenaga menjaga n membimbing Andika.
********
My special son
Virginia, Januari 2006
Dikutip dari buku : My Special Child oleh Meidya Derni dkk
/Hidup ini adalah ujian.
Kesenangan, kesulitan, kegagalan, dan kesuksesan semua adalah bentuk ujian-Nya. Ujian untuk bisa menentukan manakah di antara umat-Nya yang beriman dan berserah sepenuhnya hanya kepada-Nya./
Saya adalah ibu empat orang anak yang saat ini tinggal di Norfolk,Virginia, Amerika Serikat. Sebagai seorang wanita, saya diberi-Nya keluasan rezeki dengan kemudahan untuk hamil.
Akan tetapi tidak demikian halnya dengan perjalanan saya untuk menjadiseorang ibu. Ada kehilangan, perjuangan, dan doa-doa panjang di sana.
Proses kehamilan putra-putri saya memang tidaklah terlalu mudah. Demikian juga setelah saya menjadi seorang ibu. Rasa bahagia, duka, kelegaan, dan kekhawatiran dalam membesarkan dan merawat anak-anak meninggalkan jejak-jejak yang mendalam di hati saya. Terutama dalammendampingi putra ketiga saya, Afzhal, yang didiagnossa menderita autis.
Sebagai seorang ibu kadang terasa begitu pedih menyaksikan buah hati yang mengalami perkembangan berbeda dari anak-anak lainnya. Kepekaannya yang melebihi anak-anak lain dalam beberapa hal, merupakan derita yang harus dia rasakan sendiri dalam dunia kesendiriannya. Karena kondisi dirinya yang membuatnya mempunyai ketergantungan yang tinggi kepadabantuan orang lain, bahkan untuk melakukan hal yang paling sederhana sekalipun, seringkali membuat hati saya seperti tersayat-sayat. Ada waktu-waktu tatkala saya hanya bisa menangis kepada-Nya dan memohon agar saya diberi-Nya kesabaran yang tak berbatas, supaya saya bisa selalumemberikan yang terbaik untuknya.
Saya membuat tulisan ini tiada tujuan lain kecuali agar pengalaman saya bisa menjadi hikmah dan memberikan ibrah serta manfaat kepada siapapun yang membacanya. Semoga.
Tanda-tanda awal
Perjalanan keluarga kami dalam dunia Autisme dimulai sekitar empat tahun yang lalu, yaitu ketika anak kami Afzhal divonis dokter autis. Autisme atau biasa d.isebut ASD (Autistic Spectrum Disorder) adalah gangguan perkembangan fungsi otak yang kompleks dan sangat bervariasi (spektrum).
Biasanya gangguan perkembangan ini meliputi tara berkomunikasi,berinteraksi sosial, dan kemampuan berimajinasi.
Ketika Afzhal berumur 0-6 bulan, dia baik-baik saja, pertumbuhan dan perkembangannya normal, dia tumbuh menjadi bayi yang sehat qan lucu. Dia mempunyai kulit yang putih bersih dengan matanya yang indah, rambutnya yang hitam, tebal, dan lembut bak sutra, serta tentu saja senyumnya yang menawan. Pokoknya dia tampan, manis, dan imut. Kalau saya sedang ke taman atau ke grocery store, kadang saya harus berhenti untuk menerima pujian dari orang-orang yang kebetulan melihatnya. Aih ..., dia memang bayi yang mempesona.
Pada waktu umur 6 bulan, kami sekeluarga pulang ke Banda Aceh untuk bersilaturrahim dengan orang tua dan saudara. Sebulan sesudah kami berada di sana, berat tubuh Afzhal menurun karena dia menolak untuk makan (waktu itu saya baru memperkenalkan makanan padat padanya). Rewelnya muncul dan juga masalah alergi mulai timbul.
Dua bulan kemudian, kami kembali ke USA. Selama perjalanan yang panjang dari Jakarta ke Virginia yang lebih dari 24 jam, Afzhal hanya menangis tanpa henti. Dia tidak mau disusui dan sangat stres dengan perjalanan tersebut. Sebenarnya, bukan hanya Afzhal yang stres, seluruh anggota keluarga yang lain juga demikian.
Segera, setelah kami sampai di rumah, Norfolk, saya menelepon dokter anak. Ketika saya bilang, Afzhal punya tanda-tanda dehidrasi, seperti, tidak keluar air mata ketika menangis, kulitnya akan berbekas jika ditekan oleh jari, kantung matanya menyusut ke dalam, dan lain-lain.
Dokter anak itu menyuruh saya membawa Afzhal ke rumah sakit segera.
Sesampai di rumah sakit CHKD (Childrefl's Hospital of The King's Daughter), dokter memeriksanya secara intensif. Para dokter sangat khawatir karena saya baru saja pulang dari perjalanan ke luar negeri yang menempuh separuh Bumi. Bermacam-macam tes mereka lakukan. Di antaranya, spinal tes (ini sangat menusuk-nusuk perasaan saya).
Saya merasa kasihan kepada Afzhal yang waktu itu sudah sangat kurus. Apalagi dia harus ditusuk tulang belakangnya, agar mereka bisa mengambil cairan dari punggungnya. Cairan tersebut di bawa ke laboratorium, untukmengetahui apakah ada bakteri atau virus di dalam tubuhnya. Alasan mereka, kita bisa bertini::lak cepat seandainya ada sesuatu yang berbahaya di dalam sistem tubuhnya sebelum menuju ke otak. Waktu itu, Afzhal menangis (walau sudah tidak keluar lagi air matanya dan dia sangat lemah), tapi saya bisa lihat kalau dia sangat kesakitan. Sesudahtes spinal selesai, tes berikutnya adalah CT scan, kemudian USG (ultrasonografi).
Sebenarnya, saya tidak setuju dengan tes-tes yang mereka lakukan. Saya pikir (perasaan ibu) Afzha! tidak apa-apa. Dia hanya kurang cairan tubuh saja. Namun, tim dokter ingin sekali memastikan kondisi Afzhal yang sesungguhnya. Apalagi, kami baru saja datang bepergian dari Indonesia. Katanya, dalam pesawat banyak virus berkeliaran. Sesudah tiga hari di rumah sakit, mereka menyatakan bahwa berdasarkan hasil tes anak saya tidak mempunyai masalah dalam tubuhnya. Semua hasil tes menunjukkan negatif. Hari itu juga, mer,eka memperbolehkan anak saya pulang.
Hanya beberapa minggu sesudah itu, Afzhal mulai rewel lagi. Masalah tidurnya mulai muncul lagi (susah untuk tidur, mudah bangun lagi ketika tidur, dan tidak mau tidur lagi). Setiap malam menangis. Saya berusaha melakukan apa pun untuk mencoba menenangkannya, tetapi tidak berhasil.
Terlebih suami yang seorang karya siswa di sebuah Universitas di Virginia, seringkali pergi ke kampus pada malam hari untuk melakukan risetnya dengan alasan di ruangannya pada siang hari sangat berisik. Otomatis, setiap malam saya sendiri yang menjaga Afzhal.
Pernah suatu malam, Afzhal menangis tiada henti, sementara saya sudah sangat lelah dan mengantuk. Tetapi, Afzhal terus saja menangis. Lalu, saya ambil bantal dan saya lemparkan ke sudut ruangan sambil menjerit,"1 can't take this anymore!" Yah, benar, saya benar-benar frustrasi. Sayapun jadi ikut menangis. Tak tahu harus meminta tolong kepada siapa.lngin sekali memanggil Mamak atau adik atau saudara-saudara yang lain. Tapi, itu tak mungkin. Di mana mereka? Mereka ada di negeri yang separuh Bumi jaraknya dari tempat saya tinggal sekarang. Beginilah nasib hidup di negeri orang ... ingin rasanya saya menjerit dan meminta berhenti saja, tetapi hidup terus berjalan.
Hari-hari berlalu, keadaan Afzhal tak kunjung membaik. Afzhal semakin susah makannya. Akibatnya, berat badannya tak kunjung naik. Oia pun seringkali terkena infeksi telinga, tambah rewel, dan seringkali tantrum. Setiap kali infeksi telinga yang ditandai dengan panastinggi, tangisnya tiada henti. Untuk memberikan obatnya atau memakaikan baju atau menyikat giginya, atau mengganti popoknya, pasti membutuhkan dua orang untuk mengerjakannya. Apalagi, pada saat yang bersamaan, saya pun hamil "Iagi". Subhanallah! It took everything I had to keep up with him and survive each day.
Di sebelah apartemen saya, tinggal sepasang suami istri dari Korea,mereka mempunyai dua orang anak kecil, yang umurnya hampir sama dengan Afzhal. Kalau saya amati perkembangan anak tersebut dibandingkan dengan Afzhal, jauh meninggalkan Afzhal di belakang. Padahal, seingat saya ... waktu umurnya 0-6 bulan, ibunya sangat iri dengan perkembangan Afzhal.
Bagaimana ini bisa terjadi? Sebenarnya, saya tidak mau membandingkan antara anak dia dengan anak saya karena setiap anak tumbuh dan berkembang dengan berbeda.
Ketika anaknya berumur 10 bulan, anaknya sudah bisa jalan. Sedangkan Afzhal baru berdiri sambil berpegangan di kursi. Ketika berumur 11bulan, anaknya sudah bisa bilang bye-bye. Sedangkan, Afzhal; kalaudilambaikan tangan oleh abangnya, dia hanya diam saja tanpa ekspresi.
Kalau kami ke taman, anak teman saya tersebut sangat senang bermain pasir dan berlari mengejar abangnya. Sementara itu, Afzhal tidak mau menyentuh pasir. Yang dia mau hanya bermain ayunan berjam-jam, jika diajak pulang dia akan menangis histeris.
Kalau saya bawa ke masjid, selalu tantrum, mungkin dia melihat bermacam-macam orang di sana dan sangat ribut. Oia menyukai tempat yang tenang, yang tidak banyak orang. Jadilah, saya tinggal di rumah setiap saat. Saya jarang pergi ke halaqah di masjid, dan menghindari tempat-tempat ramai. Saya menjadi tahanan di rumah sendiri!
Melewati umur 15 bulan, kekawatiran saya semakin parah. Belum ada satu kata pun keluar dari mulut Afzhal. Memang pernah dia babbling "Mama ...Mama ... Baba ... beberapa kali, tapi sayup-sayup lenyap. Pada umur 16 bulan, dia juga pernah bisa main komputer. Dia bisa memegang mouse dengan baik, dan bisa memilih menu (waktu itu saya pakai software readerRabbit untuk toddler). Dia bisa menggunakannya, tetapi beberapa bulan kemudian, tidak bisa lagi.
Mencari Jawaban
Mulailah perjalan saya mencari jawaban, mengapa Afzhal berubah jadi anak yang sangat payah seperti ini. Sekadar informasi, anak saya yang nomor dua, Ahmad, juga mengalami masalah bicara (speech delay), dan dia pernah di Early Intervention Program juga. Karena pengalaman dengan anak kedua saya tersebut, saya semakin ketakutan melihat perkembangan Afzhal saat itu.
Bertepatan dengan 18 bulan pemeriksaan rutin, saya utarakan kekhawatiran saya kepada dokter. Kebetulan dokternya sama juga dengan dokter anak-anak saya sebelumnya, Ahmad dan Abram, dia juga khawatir dengan perkembangan Afzhal. Segera dia menghubungi Early Intervention Program, dan juga memberikan nomortelepon mareka untuk saya. Juga dia memberi referral untuk neurologist dan development specialist. Tidak ketinggalan janjian dengan audiologist.
Hari berikutnya, saya langsung menghubungi Early Intervention Program. Mereka sudah membuat jadwal pertemuan dengan kami. Early Intervention Program ini adalah program pemerintah untuk anak-anak yang diketahui ada tanda-tanda keterlambatan. Biasanya keterlambatan dalam hal bicara,keterlambatan fisik dan perkembangan mental. Singkatnya, setelah dievaluasi oleh M-Team (Multidisciplinary Team) di Early Intervention Program (Norfolk Infant Program) tersebut, mereka memberi label untuk Afzhal: "Significant Delay", sehingga Afzhal berhak mendapat terapi wicara dan terapi okupasi seminggu sekali, juga seminggu sekali ikut gymboree group di Center.
Sebenarnya, setelah M-Team mengetuk palu dengan putusan "significant delay", perasaan saya sangatcampuraduk. Oke, sekarang anak saya sudah ada label, terus kita sudah bisa menentukan intervention apa yang pas untuk dia, dan IFSP (Individual Family Service Plan) bisa segera dibuat.
Tapi, perasaan saya mengatakan anak saya lebih dari sekadar label itu. Janji bertemu berikutnya kami lakukan adalah dengan Audiologist. Seorang sahabat saya menyarankan untuk pergi ke audiologist dulu, sebelum melangkah ke ahli-ahli yang lain. Siapa tahu Afzhal ada sesuatu dengan pendengarannya. Setelah dilakukan tes, hasilnya tidak ada masalah dengan telinganya. Rupanya, kecurigaan teman saya tersebut tidak terbukti.
Lalu kami bertemu dengan dokter saraf. Hasil pengamatan si dokter tersebut, Afzhal global delay. Dia juga melakukan tes darah yang disebut fragile X syndrome test, yaitu tes utk melihat kelainan kromosom di dalam darah Afzhal. Selain fragile X test, anak saya juga harus melalui EEG (Electroencephalogram). Hasil tes tersebut datang 2 minggu sesudah
saya bertemu dengan dokter, dan hasilnya semuanya negatif. Alhamdulillah.
Jalan berikutnya, yang kami lakukan adalah ke dokter Development Pediatric Specialist. Ini dokter yang paling dingin perasaannya yang pernah saya jumpai dalam hidup saya. Sesudah dia mengamati anak saya beberapa sa at, dia datang memberi putusan dengan kata-kata yang sangat menyakitkan perasaan saya, "Autism", "mental retardation", "severe delay", etc. Perasaan saya . hancur, remuk, sedih, dan tentu saja marah.
Bagaimana mungkin dia berkata seperti itu kepada anak saya yang sangat berharga ini. Kata-katanya sangat menyakitkan. Cepat-cepat saya melangkah keluar dari tempat praktiknya. Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, di dalam mobil yang dikendarai suami saya,tiada hentinya air mata ini mengalir. Ya Tuhan, anak saya divonis autis,mental retardation, severely delay.
Sejuta harapan dan impian yang sudah mengalir dalam dada ini, sejak detik pertama saya tahu dia berada dalam rahim ini pun sirna. Harapan untuk mempunyai anak-anak yang saleh, anak- anak yang cerdas, seketika lenyap. Impian saya adalah, saya ingin semua anak-anak saya sukses disekolah, di masyarakat, menjadi pemimpin umat, menikah, sukses di dalam kehidupannya, dan sebagainya.
Serasa tubuh ini begitu lemah, hilang rasanya semangat hidup ini, yang ada hanya memikirkan nasib akan masa depan anakku. Oh, Ya Allah, why me? Kenapa Engkau memilih saya. Kenapa Engkau memilih saya sebagai ibu untuk anak spesial ini. Astagfirullahaladziim, ampunilah saya, ya Allah.
Kenapa saya mempertanyakan takdir-Mu dan mengugat-Mu karena Engkau telah memberi cobaan ini untuk kami? Bukankan saya sudah tahu tidak ada sedikit pun kesukaran bagi-Mu untuk berkehendak (muridan) terhadapsesuatu bagi ummat-Mu yang Kau cintai.
Terngiang-ngiang kembali perkataan dokter tersebut di telinga ini,bertambah deras lagi air mata ini mengalir. Hanya kabut duka yang mengisi hari-hari selanjutnya di rumah kami, sampai saya sadar itu memang sudah takdir-Nya. Pada saat itu, saya teringat dengan ayat di surah Yaasin yang setiap malam Jum'at saya lantunkan: innamaa amruhu idzaaaraada syai'an anyakula lahu kun fayakun (sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "jadilah"! maka jadilah ia) Ya Allah, ses ungguhnya kami adalah hamba-Mu, ubun-ubun kami dalam tangan-Mu, berlakulah atas kami hukum keputusan-Mu dan adillah . atas kami takdir-Mu.
Ya Allah, engkaulah yang menyembuhkan, tak ada obat selain obat-Mu. Obat yang tidak meninggalkan sakit lagi. Yang berkat kekuasaan-Mu ada obatnya. Sembuhkanlah anak kami, ya Allah .... Sembuhkanlah buah hati kami ...!
Operasi Penyelamatan Afzhal
Segera setelah Norfolk Infant Program (Early Intervention Program) merampungkan ISFP (Individualized Service Family Plane), yaitu semacam kurikulum yang yang di dalamnya berisi step by step plan mengenai prioritas apa yang hendak dicapai oleh si anak, kelebihan dankekurangannya, dan lain-Iainnya. Petugas terapi wicara, terapi okupasi, dan petugas edukasi mengimplementasikannya kepada si anak. Pada waktu itu, Afzhal menerima 60 menit per minggu dari masing-masing terapi tersebut.
Ada satu hal yang sampai saat ini amat saya sesalkan, adalah ketidaktahuan saya kalau kami bisa meminta sebanyak mungkin jam terapi kepada early intervention, daripada cuma dapat satu jam per minggu,mungkin Afzhal akan lebih cepat sembuh.
Setelah Afzhal berumur tiga tahun, dia tidak berhak lagi mendapat servis dari early intervention program, dia ditempatkan di special preschool.Pertama dia ditempatkan di kelas regular (multi handicap). Setiap hari, Afzhal pulang ke rumah dengan jidat yang biru. Pada saat itu, dia sudah semakin sering membenturkan kepalanya ke lantai (head banging). Karena muridnya 15 orang, sementara guru cuma dua orang, otomatis perhatiannya tidak bisa selamanya untuk Afzhal.
Saya protes keras ke kepala sekolah. Saya minta Afzhal segera dipindahkan ke kelas anak-anak autis. Tentu, prosesnya tidak mudah seperti membalik telapak tangan. Banyak rangkaian proses yang harus saya alami, sampai berantem melalui telepon dengan salah seorang karyawan departemen pendidikan di City Hall. Terakhir, saya baru tahu karena diberitahukan oleh seorang guru, biaya yang harus dibayar oleh Norfolk Public School untuk SECEP Program (sekolah khusus untuk anak autis) adalah 28.000 dolar/ tahun. Alhamdulillah atas kemudahan yang diberikan-Nya, Afzhal bisa mendapatkan program tersebut.
Setelah Afzhal ditempatkan di kelas SECEP, saya berpikir Afzhal akan segera memperlihatkan perkembangannya. Rupanya, tunggu punya tunggu, perkembangan bicaranya tidak ada, begitu juga keterampilan-keterampilan yang lain yang sudah tertulis di IEP (Individualized Education Plan) sangat lambat tercapai. Sampai akhir tahun, saya "menjerit lagi". Mungkin pendekatannya tidak sesuai, kata saya kepada guru di sana.
Setiap buku yang saya baca, semuanya menyebutkan kalau one-on-one denganmenggunakan ABA (Applied Behavior Analysis) modification work best. Tetapi, mereka tetap pada sistem PECS (Picture Exchange CommunicationSystem) dan TEACCH (Treatment and Education of Austistic and Related Communication Handicapped Children) yang digunakan. Akhirnya, saya mencari segala cara agar Afzhal bisa mendapatkan ABA program ini.
Dari beberapa ternan yang sering bertemu di pertemuan parent support group, saya mendapat kabar kalau Norfolk Service Board mempunyai dana (grant) untuk behavior intervention. Melalui Afzhal service coordinator yang bertugas di sapa, saya mengutarakan keinginan saya ini.
Alhamdulillah, walau ada likuliku dalam usaha ini, grant tersebut turun juga, 30 jam per bulan, dan per jamnya 75 dolar. Mana bisa kami yang seorang karya siswa membayarnya, seandainya kami harus membayarnya sendiri. Alhamdulillah atas kemudahan yang Engkau berikan, ya Allah,kami bisa mendapatkannya.Keterlibatan yang lain, yang kami lakukan untuk menolong Afzhal adalahmenggunakan biomedis (biomedical intervention). Afzhal mendapatkan perawatan biomedis ini, melalui Dr. Mery N. Megson, di Richmond, Virginia. Karena dokter ini, tidak menerima asuransi yang kami gunakan, otomatis biayanya keluar dari kantong sendiri. Pertemuan pertama dengan si dokter kami harus membayarnya sebesar 600 dolar, belum termasuk konsultasi dengan ahli nutrisi, dan membeli bermacam-macam suplemen.
Tapi, lagi-lagi Allah memberi jalan kepada kami. Setelah beberapa bulan kami menggunakan BI ini, Afzhal akhirnya mempunyai pendapatan sendiri lewat SSI (social security income), yang besarnya hampir setengah gaji ayahnya. Alhamdulillah. Sampai sekarang dia. masih menerima suntikan B12 yang saya suntik setiap malam kepadanya, vitamin A, dan aneka obat-obatan lainnya.
Afzhal Saat Ini
Afzhal baru saja merayakan ulang tahun kelimanya. Alhamdulilah sudah banyak kemajuan yang dicapai setelah dia mendapatkan ABA (Applied Behavior Analysis) terapi ini, diet cf/gf (Casein free/gluten free), dan BI (Biomedical Intervention). Setiap perkembangan, walau sekecil apapun, kami sambut dengan rasa syukur kepadaNya. Tanggal 8 Januari 2006 yang lalu, merupakan hari yang tidak pernah saya lupak n. Saat saya duduk sendiri, tiba-tiba dia datang menghampiri saya, menatap mata saya dalam-dalam, pandangan kami beradu, dia memanggil saya "Mama". Saya peluk dia kuatkuat, saya cium dia, air mata haru mengalir di pipi.
Terima kasih, Afzhal. Terima kasih sudah memanggil saya Mama. Saya tahusaat itu akan datang. Semakin hari semakin banyak alphabet sound yang bisa dia ucapkan, b, m,p ,d, I, up ,on, more, mami, baba, dada, dan lain lain. Dia sudah bisa matching dalam 2-3 objek. Sudah mau duduk di tempat dalam 10 menit, sudah mau datang kalau dipanggil. Interaksi dengan abang-abangnya sudah semakin sering.
Jalan yang yang harus kami tempuh bersama Afzhal memang masih panjang dan berliku. Perjuangan masih harus diteruskan. Dan saya bersyukur atas segala kepercayaan yang telah diberikan-Nya.
We enjoy our son where he is no we celebrate the gains that have been made no matter how smallthey seem. Amanah-amanah-Nya, yaitu permata-permata hati yang menjadi cahaya hidup saya. Hanya permohonan yang selalu saya panjatkan kepada-Nya, supaya selalu diberi bimbingan dan kekuatan agar bisa menjaga amanah-amanah ini dengan sebaik-baiknya.
Inilah senandung yang selalu akrab di telinga Afzhal yang saya nyanyikan menjelang dia tidur:
You ore verv special
Oleh: Zain Bhika
You are very special
There's no one just like you
Created by the master Allah created you
You are very special
Exclusively designed
You are very special
And I'm so glad you're mine
You were made by Allah
He fashioned your heart
You were made by Allah
He knew you .from the start
You were made by Allah
Unique in all your ways
You were made by Allah To praise him all your days
Bright little eyes He gave you
To help you find your way
May Allah grant them wisdom
To see you through each day
You are very special
There's only one of you
You are very special
And remember I love you
What ever life will bring you
What ever you will bear
Remember your creator
Allah is always there
And when your world is crumbling With pain and darkness too
Just look into your heart Allah is there for you
*ditulis ulang, ciledug 080111
Betapa tulisan ini sangat berarti buat saya, membuat emosi saya teraduk-aduk, membuat saya menangis lirih.
Ya Allah, terima kasih kau anugerahi dika kepada kami, kami akan sekuat tenaga menjaga n membimbing Andika.
********
My special son
Virginia, Januari 2006
Dikutip dari buku : My Special Child oleh Meidya Derni dkk
/Hidup ini adalah ujian.
Kesenangan, kesulitan, kegagalan, dan kesuksesan semua adalah bentuk ujian-Nya. Ujian untuk bisa menentukan manakah di antara umat-Nya yang beriman dan berserah sepenuhnya hanya kepada-Nya./
Saya adalah ibu empat orang anak yang saat ini tinggal di Norfolk,Virginia, Amerika Serikat. Sebagai seorang wanita, saya diberi-Nya keluasan rezeki dengan kemudahan untuk hamil.
Akan tetapi tidak demikian halnya dengan perjalanan saya untuk menjadiseorang ibu. Ada kehilangan, perjuangan, dan doa-doa panjang di sana.
Proses kehamilan putra-putri saya memang tidaklah terlalu mudah. Demikian juga setelah saya menjadi seorang ibu. Rasa bahagia, duka, kelegaan, dan kekhawatiran dalam membesarkan dan merawat anak-anak meninggalkan jejak-jejak yang mendalam di hati saya. Terutama dalammendampingi putra ketiga saya, Afzhal, yang didiagnossa menderita autis.
Sebagai seorang ibu kadang terasa begitu pedih menyaksikan buah hati yang mengalami perkembangan berbeda dari anak-anak lainnya. Kepekaannya yang melebihi anak-anak lain dalam beberapa hal, merupakan derita yang harus dia rasakan sendiri dalam dunia kesendiriannya. Karena kondisi dirinya yang membuatnya mempunyai ketergantungan yang tinggi kepadabantuan orang lain, bahkan untuk melakukan hal yang paling sederhana sekalipun, seringkali membuat hati saya seperti tersayat-sayat. Ada waktu-waktu tatkala saya hanya bisa menangis kepada-Nya dan memohon agar saya diberi-Nya kesabaran yang tak berbatas, supaya saya bisa selalumemberikan yang terbaik untuknya.
Saya membuat tulisan ini tiada tujuan lain kecuali agar pengalaman saya bisa menjadi hikmah dan memberikan ibrah serta manfaat kepada siapapun yang membacanya. Semoga.
Tanda-tanda awal
Perjalanan keluarga kami dalam dunia Autisme dimulai sekitar empat tahun yang lalu, yaitu ketika anak kami Afzhal divonis dokter autis. Autisme atau biasa d.isebut ASD (Autistic Spectrum Disorder) adalah gangguan perkembangan fungsi otak yang kompleks dan sangat bervariasi (spektrum).
Biasanya gangguan perkembangan ini meliputi tara berkomunikasi,berinteraksi sosial, dan kemampuan berimajinasi.
Ketika Afzhal berumur 0-6 bulan, dia baik-baik saja, pertumbuhan dan perkembangannya normal, dia tumbuh menjadi bayi yang sehat qan lucu. Dia mempunyai kulit yang putih bersih dengan matanya yang indah, rambutnya yang hitam, tebal, dan lembut bak sutra, serta tentu saja senyumnya yang menawan. Pokoknya dia tampan, manis, dan imut. Kalau saya sedang ke taman atau ke grocery store, kadang saya harus berhenti untuk menerima pujian dari orang-orang yang kebetulan melihatnya. Aih ..., dia memang bayi yang mempesona.
Pada waktu umur 6 bulan, kami sekeluarga pulang ke Banda Aceh untuk bersilaturrahim dengan orang tua dan saudara. Sebulan sesudah kami berada di sana, berat tubuh Afzhal menurun karena dia menolak untuk makan (waktu itu saya baru memperkenalkan makanan padat padanya). Rewelnya muncul dan juga masalah alergi mulai timbul.
Dua bulan kemudian, kami kembali ke USA. Selama perjalanan yang panjang dari Jakarta ke Virginia yang lebih dari 24 jam, Afzhal hanya menangis tanpa henti. Dia tidak mau disusui dan sangat stres dengan perjalanan tersebut. Sebenarnya, bukan hanya Afzhal yang stres, seluruh anggota keluarga yang lain juga demikian.
Segera, setelah kami sampai di rumah, Norfolk, saya menelepon dokter anak. Ketika saya bilang, Afzhal punya tanda-tanda dehidrasi, seperti, tidak keluar air mata ketika menangis, kulitnya akan berbekas jika ditekan oleh jari, kantung matanya menyusut ke dalam, dan lain-lain.
Dokter anak itu menyuruh saya membawa Afzhal ke rumah sakit segera.
Sesampai di rumah sakit CHKD (Childrefl's Hospital of The King's Daughter), dokter memeriksanya secara intensif. Para dokter sangat khawatir karena saya baru saja pulang dari perjalanan ke luar negeri yang menempuh separuh Bumi. Bermacam-macam tes mereka lakukan. Di antaranya, spinal tes (ini sangat menusuk-nusuk perasaan saya).
Saya merasa kasihan kepada Afzhal yang waktu itu sudah sangat kurus. Apalagi dia harus ditusuk tulang belakangnya, agar mereka bisa mengambil cairan dari punggungnya. Cairan tersebut di bawa ke laboratorium, untukmengetahui apakah ada bakteri atau virus di dalam tubuhnya. Alasan mereka, kita bisa bertini::lak cepat seandainya ada sesuatu yang berbahaya di dalam sistem tubuhnya sebelum menuju ke otak. Waktu itu, Afzhal menangis (walau sudah tidak keluar lagi air matanya dan dia sangat lemah), tapi saya bisa lihat kalau dia sangat kesakitan. Sesudahtes spinal selesai, tes berikutnya adalah CT scan, kemudian USG (ultrasonografi).
Sebenarnya, saya tidak setuju dengan tes-tes yang mereka lakukan. Saya pikir (perasaan ibu) Afzha! tidak apa-apa. Dia hanya kurang cairan tubuh saja. Namun, tim dokter ingin sekali memastikan kondisi Afzhal yang sesungguhnya. Apalagi, kami baru saja datang bepergian dari Indonesia. Katanya, dalam pesawat banyak virus berkeliaran. Sesudah tiga hari di rumah sakit, mereka menyatakan bahwa berdasarkan hasil tes anak saya tidak mempunyai masalah dalam tubuhnya. Semua hasil tes menunjukkan negatif. Hari itu juga, mer,eka memperbolehkan anak saya pulang.
Hanya beberapa minggu sesudah itu, Afzhal mulai rewel lagi. Masalah tidurnya mulai muncul lagi (susah untuk tidur, mudah bangun lagi ketika tidur, dan tidak mau tidur lagi). Setiap malam menangis. Saya berusaha melakukan apa pun untuk mencoba menenangkannya, tetapi tidak berhasil.
Terlebih suami yang seorang karya siswa di sebuah Universitas di Virginia, seringkali pergi ke kampus pada malam hari untuk melakukan risetnya dengan alasan di ruangannya pada siang hari sangat berisik. Otomatis, setiap malam saya sendiri yang menjaga Afzhal.
Pernah suatu malam, Afzhal menangis tiada henti, sementara saya sudah sangat lelah dan mengantuk. Tetapi, Afzhal terus saja menangis. Lalu, saya ambil bantal dan saya lemparkan ke sudut ruangan sambil menjerit,"1 can't take this anymore!" Yah, benar, saya benar-benar frustrasi. Sayapun jadi ikut menangis. Tak tahu harus meminta tolong kepada siapa.lngin sekali memanggil Mamak atau adik atau saudara-saudara yang lain. Tapi, itu tak mungkin. Di mana mereka? Mereka ada di negeri yang separuh Bumi jaraknya dari tempat saya tinggal sekarang. Beginilah nasib hidup di negeri orang ... ingin rasanya saya menjerit dan meminta berhenti saja, tetapi hidup terus berjalan.
Hari-hari berlalu, keadaan Afzhal tak kunjung membaik. Afzhal semakin susah makannya. Akibatnya, berat badannya tak kunjung naik. Oia pun seringkali terkena infeksi telinga, tambah rewel, dan seringkali tantrum. Setiap kali infeksi telinga yang ditandai dengan panastinggi, tangisnya tiada henti. Untuk memberikan obatnya atau memakaikan baju atau menyikat giginya, atau mengganti popoknya, pasti membutuhkan dua orang untuk mengerjakannya. Apalagi, pada saat yang bersamaan, saya pun hamil "Iagi". Subhanallah! It took everything I had to keep up with him and survive each day.
Di sebelah apartemen saya, tinggal sepasang suami istri dari Korea,mereka mempunyai dua orang anak kecil, yang umurnya hampir sama dengan Afzhal. Kalau saya amati perkembangan anak tersebut dibandingkan dengan Afzhal, jauh meninggalkan Afzhal di belakang. Padahal, seingat saya ... waktu umurnya 0-6 bulan, ibunya sangat iri dengan perkembangan Afzhal.
Bagaimana ini bisa terjadi? Sebenarnya, saya tidak mau membandingkan antara anak dia dengan anak saya karena setiap anak tumbuh dan berkembang dengan berbeda.
Ketika anaknya berumur 10 bulan, anaknya sudah bisa jalan. Sedangkan Afzhal baru berdiri sambil berpegangan di kursi. Ketika berumur 11bulan, anaknya sudah bisa bilang bye-bye. Sedangkan, Afzhal; kalaudilambaikan tangan oleh abangnya, dia hanya diam saja tanpa ekspresi.
Kalau kami ke taman, anak teman saya tersebut sangat senang bermain pasir dan berlari mengejar abangnya. Sementara itu, Afzhal tidak mau menyentuh pasir. Yang dia mau hanya bermain ayunan berjam-jam, jika diajak pulang dia akan menangis histeris.
Kalau saya bawa ke masjid, selalu tantrum, mungkin dia melihat bermacam-macam orang di sana dan sangat ribut. Oia menyukai tempat yang tenang, yang tidak banyak orang. Jadilah, saya tinggal di rumah setiap saat. Saya jarang pergi ke halaqah di masjid, dan menghindari tempat-tempat ramai. Saya menjadi tahanan di rumah sendiri!
Melewati umur 15 bulan, kekawatiran saya semakin parah. Belum ada satu kata pun keluar dari mulut Afzhal. Memang pernah dia babbling "Mama ...Mama ... Baba ... beberapa kali, tapi sayup-sayup lenyap. Pada umur 16 bulan, dia juga pernah bisa main komputer. Dia bisa memegang mouse dengan baik, dan bisa memilih menu (waktu itu saya pakai software readerRabbit untuk toddler). Dia bisa menggunakannya, tetapi beberapa bulan kemudian, tidak bisa lagi.
Mencari Jawaban
Mulailah perjalan saya mencari jawaban, mengapa Afzhal berubah jadi anak yang sangat payah seperti ini. Sekadar informasi, anak saya yang nomor dua, Ahmad, juga mengalami masalah bicara (speech delay), dan dia pernah di Early Intervention Program juga. Karena pengalaman dengan anak kedua saya tersebut, saya semakin ketakutan melihat perkembangan Afzhal saat itu.
Bertepatan dengan 18 bulan pemeriksaan rutin, saya utarakan kekhawatiran saya kepada dokter. Kebetulan dokternya sama juga dengan dokter anak-anak saya sebelumnya, Ahmad dan Abram, dia juga khawatir dengan perkembangan Afzhal. Segera dia menghubungi Early Intervention Program, dan juga memberikan nomortelepon mareka untuk saya. Juga dia memberi referral untuk neurologist dan development specialist. Tidak ketinggalan janjian dengan audiologist.
Hari berikutnya, saya langsung menghubungi Early Intervention Program. Mereka sudah membuat jadwal pertemuan dengan kami. Early Intervention Program ini adalah program pemerintah untuk anak-anak yang diketahui ada tanda-tanda keterlambatan. Biasanya keterlambatan dalam hal bicara,keterlambatan fisik dan perkembangan mental. Singkatnya, setelah dievaluasi oleh M-Team (Multidisciplinary Team) di Early Intervention Program (Norfolk Infant Program) tersebut, mereka memberi label untuk Afzhal: "Significant Delay", sehingga Afzhal berhak mendapat terapi wicara dan terapi okupasi seminggu sekali, juga seminggu sekali ikut gymboree group di Center.
Sebenarnya, setelah M-Team mengetuk palu dengan putusan "significant delay", perasaan saya sangatcampuraduk. Oke, sekarang anak saya sudah ada label, terus kita sudah bisa menentukan intervention apa yang pas untuk dia, dan IFSP (Individual Family Service Plan) bisa segera dibuat.
Tapi, perasaan saya mengatakan anak saya lebih dari sekadar label itu. Janji bertemu berikutnya kami lakukan adalah dengan Audiologist. Seorang sahabat saya menyarankan untuk pergi ke audiologist dulu, sebelum melangkah ke ahli-ahli yang lain. Siapa tahu Afzhal ada sesuatu dengan pendengarannya. Setelah dilakukan tes, hasilnya tidak ada masalah dengan telinganya. Rupanya, kecurigaan teman saya tersebut tidak terbukti.
Lalu kami bertemu dengan dokter saraf. Hasil pengamatan si dokter tersebut, Afzhal global delay. Dia juga melakukan tes darah yang disebut fragile X syndrome test, yaitu tes utk melihat kelainan kromosom di dalam darah Afzhal. Selain fragile X test, anak saya juga harus melalui EEG (Electroencephalogram). Hasil tes tersebut datang 2 minggu sesudah
saya bertemu dengan dokter, dan hasilnya semuanya negatif. Alhamdulillah.
Jalan berikutnya, yang kami lakukan adalah ke dokter Development Pediatric Specialist. Ini dokter yang paling dingin perasaannya yang pernah saya jumpai dalam hidup saya. Sesudah dia mengamati anak saya beberapa sa at, dia datang memberi putusan dengan kata-kata yang sangat menyakitkan perasaan saya, "Autism", "mental retardation", "severe delay", etc. Perasaan saya . hancur, remuk, sedih, dan tentu saja marah.
Bagaimana mungkin dia berkata seperti itu kepada anak saya yang sangat berharga ini. Kata-katanya sangat menyakitkan. Cepat-cepat saya melangkah keluar dari tempat praktiknya. Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, di dalam mobil yang dikendarai suami saya,tiada hentinya air mata ini mengalir. Ya Tuhan, anak saya divonis autis,mental retardation, severely delay.
Sejuta harapan dan impian yang sudah mengalir dalam dada ini, sejak detik pertama saya tahu dia berada dalam rahim ini pun sirna. Harapan untuk mempunyai anak-anak yang saleh, anak- anak yang cerdas, seketika lenyap. Impian saya adalah, saya ingin semua anak-anak saya sukses disekolah, di masyarakat, menjadi pemimpin umat, menikah, sukses di dalam kehidupannya, dan sebagainya.
Serasa tubuh ini begitu lemah, hilang rasanya semangat hidup ini, yang ada hanya memikirkan nasib akan masa depan anakku. Oh, Ya Allah, why me? Kenapa Engkau memilih saya. Kenapa Engkau memilih saya sebagai ibu untuk anak spesial ini. Astagfirullahaladziim, ampunilah saya, ya Allah.
Kenapa saya mempertanyakan takdir-Mu dan mengugat-Mu karena Engkau telah memberi cobaan ini untuk kami? Bukankan saya sudah tahu tidak ada sedikit pun kesukaran bagi-Mu untuk berkehendak (muridan) terhadapsesuatu bagi ummat-Mu yang Kau cintai.
Terngiang-ngiang kembali perkataan dokter tersebut di telinga ini,bertambah deras lagi air mata ini mengalir. Hanya kabut duka yang mengisi hari-hari selanjutnya di rumah kami, sampai saya sadar itu memang sudah takdir-Nya. Pada saat itu, saya teringat dengan ayat di surah Yaasin yang setiap malam Jum'at saya lantunkan: innamaa amruhu idzaaaraada syai'an anyakula lahu kun fayakun (sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "jadilah"! maka jadilah ia) Ya Allah, ses ungguhnya kami adalah hamba-Mu, ubun-ubun kami dalam tangan-Mu, berlakulah atas kami hukum keputusan-Mu dan adillah . atas kami takdir-Mu.
Ya Allah, engkaulah yang menyembuhkan, tak ada obat selain obat-Mu. Obat yang tidak meninggalkan sakit lagi. Yang berkat kekuasaan-Mu ada obatnya. Sembuhkanlah anak kami, ya Allah .... Sembuhkanlah buah hati kami ...!
Operasi Penyelamatan Afzhal
Segera setelah Norfolk Infant Program (Early Intervention Program) merampungkan ISFP (Individualized Service Family Plane), yaitu semacam kurikulum yang yang di dalamnya berisi step by step plan mengenai prioritas apa yang hendak dicapai oleh si anak, kelebihan dankekurangannya, dan lain-Iainnya. Petugas terapi wicara, terapi okupasi, dan petugas edukasi mengimplementasikannya kepada si anak. Pada waktu itu, Afzhal menerima 60 menit per minggu dari masing-masing terapi tersebut.
Ada satu hal yang sampai saat ini amat saya sesalkan, adalah ketidaktahuan saya kalau kami bisa meminta sebanyak mungkin jam terapi kepada early intervention, daripada cuma dapat satu jam per minggu,mungkin Afzhal akan lebih cepat sembuh.
Setelah Afzhal berumur tiga tahun, dia tidak berhak lagi mendapat servis dari early intervention program, dia ditempatkan di special preschool.Pertama dia ditempatkan di kelas regular (multi handicap). Setiap hari, Afzhal pulang ke rumah dengan jidat yang biru. Pada saat itu, dia sudah semakin sering membenturkan kepalanya ke lantai (head banging). Karena muridnya 15 orang, sementara guru cuma dua orang, otomatis perhatiannya tidak bisa selamanya untuk Afzhal.
Saya protes keras ke kepala sekolah. Saya minta Afzhal segera dipindahkan ke kelas anak-anak autis. Tentu, prosesnya tidak mudah seperti membalik telapak tangan. Banyak rangkaian proses yang harus saya alami, sampai berantem melalui telepon dengan salah seorang karyawan departemen pendidikan di City Hall. Terakhir, saya baru tahu karena diberitahukan oleh seorang guru, biaya yang harus dibayar oleh Norfolk Public School untuk SECEP Program (sekolah khusus untuk anak autis) adalah 28.000 dolar/ tahun. Alhamdulillah atas kemudahan yang diberikan-Nya, Afzhal bisa mendapatkan program tersebut.
Setelah Afzhal ditempatkan di kelas SECEP, saya berpikir Afzhal akan segera memperlihatkan perkembangannya. Rupanya, tunggu punya tunggu, perkembangan bicaranya tidak ada, begitu juga keterampilan-keterampilan yang lain yang sudah tertulis di IEP (Individualized Education Plan) sangat lambat tercapai. Sampai akhir tahun, saya "menjerit lagi". Mungkin pendekatannya tidak sesuai, kata saya kepada guru di sana.
Setiap buku yang saya baca, semuanya menyebutkan kalau one-on-one denganmenggunakan ABA (Applied Behavior Analysis) modification work best. Tetapi, mereka tetap pada sistem PECS (Picture Exchange CommunicationSystem) dan TEACCH (Treatment and Education of Austistic and Related Communication Handicapped Children) yang digunakan. Akhirnya, saya mencari segala cara agar Afzhal bisa mendapatkan ABA program ini.
Dari beberapa ternan yang sering bertemu di pertemuan parent support group, saya mendapat kabar kalau Norfolk Service Board mempunyai dana (grant) untuk behavior intervention. Melalui Afzhal service coordinator yang bertugas di sapa, saya mengutarakan keinginan saya ini.
Alhamdulillah, walau ada likuliku dalam usaha ini, grant tersebut turun juga, 30 jam per bulan, dan per jamnya 75 dolar. Mana bisa kami yang seorang karya siswa membayarnya, seandainya kami harus membayarnya sendiri. Alhamdulillah atas kemudahan yang Engkau berikan, ya Allah,kami bisa mendapatkannya.Keterlibatan yang lain, yang kami lakukan untuk menolong Afzhal adalahmenggunakan biomedis (biomedical intervention). Afzhal mendapatkan perawatan biomedis ini, melalui Dr. Mery N. Megson, di Richmond, Virginia. Karena dokter ini, tidak menerima asuransi yang kami gunakan, otomatis biayanya keluar dari kantong sendiri. Pertemuan pertama dengan si dokter kami harus membayarnya sebesar 600 dolar, belum termasuk konsultasi dengan ahli nutrisi, dan membeli bermacam-macam suplemen.
Tapi, lagi-lagi Allah memberi jalan kepada kami. Setelah beberapa bulan kami menggunakan BI ini, Afzhal akhirnya mempunyai pendapatan sendiri lewat SSI (social security income), yang besarnya hampir setengah gaji ayahnya. Alhamdulillah. Sampai sekarang dia. masih menerima suntikan B12 yang saya suntik setiap malam kepadanya, vitamin A, dan aneka obat-obatan lainnya.
Afzhal Saat Ini
Afzhal baru saja merayakan ulang tahun kelimanya. Alhamdulilah sudah banyak kemajuan yang dicapai setelah dia mendapatkan ABA (Applied Behavior Analysis) terapi ini, diet cf/gf (Casein free/gluten free), dan BI (Biomedical Intervention). Setiap perkembangan, walau sekecil apapun, kami sambut dengan rasa syukur kepadaNya. Tanggal 8 Januari 2006 yang lalu, merupakan hari yang tidak pernah saya lupak n. Saat saya duduk sendiri, tiba-tiba dia datang menghampiri saya, menatap mata saya dalam-dalam, pandangan kami beradu, dia memanggil saya "Mama". Saya peluk dia kuatkuat, saya cium dia, air mata haru mengalir di pipi.
Terima kasih, Afzhal. Terima kasih sudah memanggil saya Mama. Saya tahusaat itu akan datang. Semakin hari semakin banyak alphabet sound yang bisa dia ucapkan, b, m,p ,d, I, up ,on, more, mami, baba, dada, dan lain lain. Dia sudah bisa matching dalam 2-3 objek. Sudah mau duduk di tempat dalam 10 menit, sudah mau datang kalau dipanggil. Interaksi dengan abang-abangnya sudah semakin sering.
Jalan yang yang harus kami tempuh bersama Afzhal memang masih panjang dan berliku. Perjuangan masih harus diteruskan. Dan saya bersyukur atas segala kepercayaan yang telah diberikan-Nya.
We enjoy our son where he is no we celebrate the gains that have been made no matter how smallthey seem. Amanah-amanah-Nya, yaitu permata-permata hati yang menjadi cahaya hidup saya. Hanya permohonan yang selalu saya panjatkan kepada-Nya, supaya selalu diberi bimbingan dan kekuatan agar bisa menjaga amanah-amanah ini dengan sebaik-baiknya.
Inilah senandung yang selalu akrab di telinga Afzhal yang saya nyanyikan menjelang dia tidur:
You ore verv special
Oleh: Zain Bhika
You are very special
There's no one just like you
Created by the master Allah created you
You are very special
Exclusively designed
You are very special
And I'm so glad you're mine
You were made by Allah
He fashioned your heart
You were made by Allah
He knew you .from the start
You were made by Allah
Unique in all your ways
You were made by Allah To praise him all your days
Bright little eyes He gave you
To help you find your way
May Allah grant them wisdom
To see you through each day
You are very special
There's only one of you
You are very special
And remember I love you
What ever life will bring you
What ever you will bear
Remember your creator
Allah is always there
And when your world is crumbling With pain and darkness too
Just look into your heart Allah is there for you
*ditulis ulang, ciledug 080111
Selasa, 04 Januari 2011
(DIKA) - Progres Wicara
Udah hari ke 4 di tahun 2011, pengin cerita tentang progres wicaranya Dika.
Sekarang ini, udah banyak kosa kata yang dika dapatkan dari terapisnya, meski bunyinya belum sempurna, tapi udah jauh lebih maju dari 6 bukan yang lalu.
M : belum ka...
D : yaaaa.....
*saya bahagia banget denger dia bilang yaaaaa, berasa banget perhatian dika ke saya
M : iya ka, mami mo kerja ke kantor
D : dika ikut ya mi, kantor mami
M : kapan-kapan ya ka, sekarang dika sama eyang dulu ya
D : ya mi, dika sekolah sama les ya...sama eyang ya mi
M : Iya...
*** seneng banget, karena dia mengerti banget kalo mami harus bekerja sementara dia sekolah dan les (terapi) ****
M : Hallo, assalamualaikum
D : ikum alam, mami ya
D : ikum alam, mami ya
M : Iya, ini dika ya
D : iya mih, dika agi maem, pake nasi 2, ayam 2, ikan 2, sayur 2, bakwan 2
M : banyak ya dika
D : iya, dika mo main ma Nida... dadah mamih, muuuuah, I love you mami.... assalamualaikum
M : I love youu too dika, muaaah, wailakum salam
**** gak pernah bosen saya denger suara cemprengnya***
kalo kami lagi jalan-jalan di Mall dan ketemu badut
D : Mami, ada badut, badut isi orang, orang baek, tapi dika gak takut...
wkwkwk, saya suka banget sama logat n mimik mukanya waktu nyeritain soal si badut.
Mami gak menargetkan dika harus bisa dalam jangka waktu tertentu, mari kita jalani aja ya sayang.....
Langganan:
Postingan (Atom)